POLITIK - Indonesia, negeri yang dikaruniai tanah subur, kekayaan alam melimpah, dan keberagaman budaya yang memesona, seolah kembali menghadapi musuh yang tak kasat mata, oligarki modern. Bukan penjajah bertubuh jangkung dan bermata biru seperti era kolonial, tetapi jaringan segelintir elite yang menari di atas panggung kekuasaan sambil mengendalikan arah kebijakan demi kepentingan kelompoknya sendiri. Ironisnya, para oligark ini tak perlu memegang senjata atau meriam; cukup dengan uang, lobi, dan pengaruh besar mereka, roda pemerintahan pun bisa diputar sesuai keinginan.
Mungkin, bagi sebagian orang, istilah oligarki terdengar asing atau terlalu teoretis. Namun, sadarkah kita bahwa konsep ini sudah begitu merasuk dalam sendi-sendi kehidupan bangsa? Bayangkan saja, ketika sektor-sektor strategis dikuasai oleh konglomerat, keputusan yang seharusnya berpihak kepada rakyat malah condong kepada kepentingan mereka. Rakyat seolah dipaksa tunduk pada kebijakan yang dibuat bukan untuk kebaikan bersama, melainkan untuk mempertebal pundi-pundi mereka yang telah kaya. Seperti kata pepatah lama, yang kaya makin kaya, yang miskin semakin terhimpit. Itulah wajah penjajahan zaman now, di mana rakyat teralienasi di negeri sendiri.
Baca juga:
Menteri Agama Disebut Seperti Buzzer?
|
Kisah-kisah pilu tentang tanah yang digusur atas nama proyek, hutan yang dikorbankan untuk investasi, dan kebijakan-kebijakan yang cenderung menguntungkan korporasi besar, hanya sedikit dari gambaran wajah oligarki di Indonesia. Sumber daya alam yang harusnya milik bersama, dijual dengan harga murah atas nama investasi, sementara rakyat yang hidup di sekitar sumber daya itu tetap saja berada dalam garis kemiskinan. Apakah ini yang kita bayangkan sebagai kemerdekaan? Jangan sampai kita terlena, seolah ini harga yang wajar demi "kemajuan".
Melihat keadaan ini, perlu diingat, Indonesia bukan hanya tanah kelahiran, tapi juga amanah yang harus dijaga. Rakyat memiliki hak atas suara, hak atas kebijakan yang adil, dan hak atas kesejahteraan di tanah yang diperjuangkan darah para pahlawan. Jangan sampai kita menjadi generasi yang diam, seolah mengiyakan. Sudah saatnya suara rakyat disuarakan kembali, tanpa gentar dan dengan penuh kesadaran, bahwa kedaulatan rakyat tidak boleh dirampas begitu saja.
Jangan biarkan Indonesia jatuh dalam jerat kumpeni modern bernama oligarki ini. Kitalah yang memiliki negeri ini, dan sudah sepatutnya kita turut mengawasi, bersikap kritis, dan melawan ketidakadilan dalam segala bentuknya. Mari, jangan sampai Indonesia hanya menjadi panggung bagi segelintir orang untuk menari di atas penderitaan rakyatnya.
Jakarta, 14 November 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi